BINTANG
LAUT MAHKOTA DURI
(ASTEROIDEA
PLANCI)
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Zoologi
Invertebrata
Oleh
Nama :
Rifani Nurfauzia
NIM :
1210206083
Smt/kelas : Ganjil (III)/B
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Bismillahirrahmaanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh alam, shalawat
beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhamad SAW. Karena atas karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Zoologi Invertebrata yang telah membimbing
dan mencurahkan ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini, walaupun dalam proses penyusunannya penulis mengalami berbagai kesulitan.
Makalah ini akan membahas tentang Bintang Laut Mahkota Duri.
Tetapi
sangat dimungkinkan dalam penyusunannya masih banyak kekurangan, baik dalam
penyajian materi maupun dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan, demi lebih baiknya karya
yang selanjutnya.
Penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi
kita semua. Amiin.
Wassalamualaikum, wr. wb
Bandung, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................
A. Morfologi ........................................................................................ 3
B. Pertumbuhan dan Reproduksi......................................................... 3
C.
Siklus
Hidup
D. Habitat
E. Interaksi dengan Biota lain
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Asteroidea planci merupakan bintang
laut mahkota duri, berasal dari filum Echinodermata yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu Ecinos yang berarti duri dan Derma yang berarti kulit. Asteroidea
terdapat di tepi pantai, terutama pantai berkarang. Terdapat sekitar 1.500
spesies yang telah di identifikasi.
Bintang laut planci dilaporkan
contoh dari hewan di Indonesia oleh George Rumphius pada tahun 1705, yang 50
tahun kemudian dideskripsikan Linnaeus pada tahun 1758 (Moran 1990, Lane 1996),
sehingga diperkirakan A. planci memang merupakan biota asli Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
morfologi bintang laut mahkota duri?
2.
Seperti
apa pertumbuhan dan reproduksi bintang laut mahkota duri?
3.
Bagaimanakah
siklus hidup bintang laut mahkota duri?
4.
Dimanakah
habitat bintang laut mahkota duri?
5.
Bagaimana
bintang laut mahkota duri berinteraksi dengan biota lain?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui
morfologi pada bintang laut mahkota duri.
2.
Mengetahui
pertumbuhan dan reproduksi bintang laut mahkota duri.
3.
Mengetahui
bagaimana siklus hidup bintang laut mahkota duri.
4.
Mengetahui
habitat bintang laut mahkota duri.
5.
Mengetahui
interaksi bintang laut mahkota duri dengan biota lainnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Morfologi
Bintang laut planci dilaporkan
pertama kali dari contoh hewan di Indonesia oleh George Rumphius pada tahun
1705, yang 50 tahun kemudian dideskripsikan Linnaeus pada tahun 1758 (Moran
1990, Lane 1996), sehingga diperkirakan A. planci memang merupakan biota asli
Indonesia. Genus terdiri atas tiga spesies, dua spesies lainnya adalah A.
ellisi dan A. bervipinnus. A. ellisi merupakan bintang laut pemakan karang yang
populasinya sangat jarang, hanya dilaporkan di Filippina. A. bervipinnus adalah
bintang laut pemakan detritus (sampah organic). Ketiga spesies tersebut
mempunyai genetik yang sangat mirip sehingga kadang terjadi hibrid di antara
mereka. Di dalam evolusi, A. planci berasal dari A. brevipinnus yang
mendapatkan kemampuan untuk memakan karang.
Bintang laut A. planci memiliki nama
Indonesia sebagai terjemahan dari nama Inggrisnya ‘mahkota duri’ atau ‘mahkota
berduri’. Menyebut atau menulis nama lengkap ‘bintang laut mahkota duri’
dianggap terlalu panjang, maka penulis mengusulkan digunakan nama kependekannya
saja ‘BLMD’. Didalam komunikasi ilmiah berbahasa Inggris, para peneliti
menggunakan nama ‘COT’ kependekan dari ‘crown of thorns’, sebagai pengganti A.
planci. Di luar Indonesia, A. planci mempunyai nama lokal ‘alamea’ (Tonga,
Samoa), ‘bula’ (Fiji) dan ‘rrusech’ (Palau).
Struktur tubuh A. planci sama dengan
struktur umum dari Asteroidea. Badan berbentuk radial simetris, dengan tubuh
mirip cakram bersumbu oral dan aboral yang mempunyai lengan-lengan. Bagian oral
(mulut) menghadap ke bawah sedangkan bagian aboral menghadap ke atas. Di bagian
aboral terdapat madreporit dan anus. Lubang madreporit berjumlah 6-13,
sedangkan lubang anus berjumlah 1-6 buah. Bintang laut A. planci mempunyai
lengan antara 8-21 buah. Duri-duri yang beracun berukuran 2-4 cm menghiasi
permukaan aboral tubuh cakram dan lengan-lengannya.
Warna tubuh A. planci dapat
bervariasi antar lokasi. Di perairan Thailand dan Maladewa (Maldive) warna
tubuh biru keunguan, di GBR berwarna merah dan kelabu, sedangkan di Hawaii
berwarna hijau dan merah (Moran 1990). Di Indonesia, warna tubuh A. planci
merah dan kelabu pada perairan Laut Jawa dan Laut Flores. Di Cocos Island dan
Christmas Island (barat daya Jawa), Australia, terdapat dua macam warna A.
planci yang menunjukkan tipe Samudra Pasifik dan Samudra Hindia (Hobbs and
Salmond 2008).
B. Pertumbuhan dan Reproduksi
Pertumbuhan A. planci sangat
dipengaruhi oleh makanannya. Anakan A. planci yang makan algae mempunyai
pertumbuhan sekitar 2,6 mm/bulan, sedangkan yang makan karang mempunyai
pertumbuhan sekitar 16,7 mm/bulan (review in Moran 1990). Ketika dewasa,
pertumbuhan melambat kembali menjadi sekitar 4,5 mm/bulan. Anakan A. planci
yang berukuran kurang dari 10 mm memakan algae, sedangkan yang berukuran 10-160
mm sudah mulai memakan jaringan karang (Moran 1990). Individu dewasa berukuran
sekitar 250-400 mm, dengan rekor terbesar adalah 800 mm.
Bintang laut A. planci mempunyai
kelamin yang terpisah (berkelamin tunggal), dengan pembuahan eksternal. Rasio
kelamin biasanya 1:1 (Moran 1990). Pemijahan terjadi pada musim panas. Di
belahan bumi (hemisfer) utara, misalnya Jepang, pemijahan terjadi pada bulan
Mei-Agustus. Di belahan bumi selatan, misalnya Australia, pemijahan terjadi
pada bulan Nopember-Januari (Moran 1990), atau Desember-April (CRC 2003). Pemijahan
berlangsung sekitar 30 menit (Moran 1990). Individu dewasa biasanya bergerombol
sebelum pemijahan, dan memijah secara bersama pada saatnya. Ketika seekor
betina memijah, maka suatu feromon yang keluar bersama telur akan memicu
pemijahan betina lain dan bintang laut jantan yang ada di sekitarnya.
Efektivitas feromon dalam memicu pemijahan tetangganya diperkirakan seluas
radius 1-2 meter. Pemijahan berjamaah ini sangat penting bagi invertebrata laut
untuk meningkatkan peluang terjadinya pembuahan.
Pemijahan invertebrata banyak
dipengaruhi oleh fluktuasi musiman suhu air laut. Pada saat ini, kebanyakan
penelitian tentang pemijahan invertebrata dilakukan di kawasan yang mempunyai
empat musim atau temperata (temperate). Di kawasan tropis, seperti Indonesia, perbedaan
suhu air laut antar musim tidak sebesar di kawasan temperata, sehingga musim
pemijahan di kawasan tropis dapat berbeda dari kawasan temperata. Karena itu,
mengetahui musim pemijahan A. planci di Indonesia merupakan topik yang masih
sangat menarik. Apalagi perairan laut Indonesia merupakan transisi antara
Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia.
Fekunditas atau jumlah telur yang
dihasilkan betina tergantung pada ukuran atau berat tubuh betina. Betina
pemijah biasanya berumur 2-3 tahun, atau ukuran diameter tubuhnya lebih dari 25
cm (CRC 2003). Betina yang dewasa mempunyai ukuran tubuh 500-4000 gram, yang
memiliki fekunditas sekitar 4-65 juta telur (Moran 1990). Jumlah telur yang
sangat besar memang diperlukan oleh kebanyakan invertebrata laut. Kelulushidupan
yang rendah harus diimbangi dengan jumlah telur yang sangat besar, sehingga
larva yang selamat menjadi dewasa dapat dipertahankan. Telur A. planci
berukuran 200 mikron, sedangkan sperma berukuran sekitar 1-2 mikron (Moran
1990). Ukuran telur dan sperma ini tidak banyak berbeda dengan ukuran umum
gamet invertebrata laut.
C. Siklus Hidup
Siklus hidup A. planci pada
prinsipnya sama persis dengan pola siklus hidup hewan Asteroidea (bintang laut)
yang lainnya. Zigot yang terjadi pada saat pemijahan berkembang melalui
proses-proses blastulasi dan gastrulasi yang kemudian memasuki tahapan dua fase
larva secara berurutan, yaitu bipinnaria dan brachiolaria. Kedua larva tersebut
hidup sebagai plankton sehingga pergerakannya mengikuti arah arus. Larva
brachiolaria yang matang mempunyai daya apung negatif sehingga turun ke dasar
laut yang biasanya di kawasan terumbu karang. Diduga larva brachiolaria
menggunakan ‘aroma’ alga berkapur sebagai tanda-tanda untuk turun menempel pada
terumbu karang. Setelah menempel di dasar terumbu, dimulailah kehidupan sebagai
bentos bagi A. planci. Penempelan larva A. planci kemungkinan terjadi di tempat
yang dalam karena pemangsaan karang oleh A. planci biasanya dimulai dari karang
di tempat yang dalam.
Periode planktonis dari A. planci
berlangsung sekitar dua atau tiga minggu. Makanan larva planktonis A. planci
terdiri dari fitoplanton (khususnya pikoplankton), bakteri dan bahan organik
terlarut (Okaji et al. 1997). Periode planktonis larva brachiolaria diakhiri
dengan berkembangnya lima lengan melalui metamofosis dan menempel di dasar
terumbu. Metamorfosis tersebut terjadi setelah hari ke-12 (Olson 1985). Ukuran
diameter A. planci pada saat terjadi penempelan sekitar 0,5-1 mm atau 500-1000
mikron. Anakan A. planci yang sudah menempel di terumbu mendapatkan makanan
dari alga berkapur. Pada umur sekitar 4-6 bulan, ketika ukuran tubuhnya
mencapai 10 mm, A. planci merubah makanannya menjadi pemangsa karang dan mampu
tumbuh jauh lebih cepat (review in Keesing and Halford 1992).
Laju mortalitas A. planci sangat
tinggi, sebagaimana invertebrata laut lainnya. Laju mortalitas akan berkurang
dengan bertambahnya ukuran tubuh A. planci. Pada kotak percobaan di lapangan,
laju mortalitas anakan A. planci pada ukuran 1,1 cm atau umur satu bulan adalah
6,49% per hari (Keesing and Halford 1992). Laju mortalitas tersebut menurun
pada hewan yang lebih besar menjadi 1,24% per hari pada ukuran 2,7 mm (4 bulan)
dan menjadi 0,45% per hari pada ukuran 5,5 mm (7 bulan). Di dalam kajian Moran
(1990) disebutkan bahwa laju mortalitas A. planci pada umur 7-23 bulan adalah
99,3%, atau sekitar 1,08 % per hari, sedangkan laju mortalitas A. planci antara
umur 22-34 bulan adalah 75%, atau sekitar 0,39% per hari. Ketiga penelitian
tersebut dilakukan pada saat terjadi peledakan populasi, sehingga faktor
kepadatan populasi dapat berpengaruh.
D. Habitat
Bintang laut A. planci merupakan
penghuni terumbu karang yang alami. Anakan A. planci yang masih kecil hidup di
antara pecahan karang di dasar terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang
tumbuh pada pecahan karang tersebut. Bintang laut A. planci yang berukuran
kecil (40 cm) mencari makan pada siang hari (CRC 2003). Pada siang hari, A.
planci kecil bersembunyi dari pemangsa di bawah karang meja atau di celah-celah
terumbu, sehingga survey populasi A. planci tidak menemukan individu berukuran
kecil. Separuh dari waktu hidup A. planci digunakan untuk makan, sehingga
dampaknya terhadap terumbu karang dapat sangat besar ketika populasinya besar.
Di dalam eksperimen, bintang laut A.
planci dewasa mempunyai preferensi makanan karang Pocilloporidae, Acroporidae
dan Favidae; tetapi pada kondisi lapang preferensi dapat berubah berdasarkan
kondisi turbulensi (review in Sorokin 1995). Karang Poritidae merupakan jenis
yang dihindari oleh A. planci. Walaupun demikian, dalam kepadatan yang tinggi
A. planci dapat memangsa semua jenis karang termasuk Poritidae. Koloni karang
Pocilloporidae yang mempunyai hewan simbion kepiting Trapezia atau udang
Alpheus biasanya dihindari oleh A. planci.
Mereka memangsa karang dengan cara
membuat jaringan karang menjadi bubur dan menyedotnya. Ketika sedang memangsa
karang A. planci mengeluarkan perutnya lewat mulut dan menempelkannya langsung
pada karang. Enzim-enzim pencernaan yang terdapat di dinding perut membuat
jaringan karang yang terkena melunak menjadi semacam bubur. Ketika perutnya
yang terbalik tersebut masuk kembali ke dalam tubuh, ikut masuk pula bubur yang
telah dicernanya. Karang yang menjadi mangsa A. planci mati berdiri, dengan
kerangka yang tidak berubah.
Kerangka karang yang mati tersebut
menjadi tempat penempelan larva dan spora penghuni terumbu karang lainnya.
Dengan pemangsaan tersebut, A. planci berjasa memberi kesempatan kepada hewan
baru untuk tumbuh menempel di terumbu karang yang sudah padat. Pemangsaan
karang oleh A. planci yang dalam populasi rendah bersifat selektif dengan
preferensi pada Pocilloporidae dan Acroporidae yang tumbuh cepat dan cenderung
mendominasi ruang di terumbu. Pemangsaan selektif ini mempunyai dampak ekologi
yang positif karena memberikan bantuan kepada karang yang tumbuh lambat untuk
tetap tinggal di terumbu tersebut. Tetapi jika populasi A. planci melebihi
kemampuan karang untuk pulih kembali, maka yang terjadi adalah sebuah bencana
kerusakan terumbu karang.
E. Interaksi dengan Biota lain
Bintang laut A. planci, yang
merupakan pemangsa karang yang berbahaya, merupakan mangsa dari sejumlah ikan
dan bentos lainnya. Sejumlah karang dan ikan Chromis dimidiatus merupakan
pemangsa dari larva A. planci (Moran 1990). Larva A. planci memang secara
morfologi tidak berbeda dengan larva invertebrata lainnya, sehingga semua hewan
planktivora dapat memangsa larva A. planci. Setelah larva A. planci mengalami
metamorphosis, sebagian karang masih dapat memangsanya ketika ukurannya masih
sangat kecil. Kepiting dari famili Xanthidae juga merupakan pemangsa anakan A.
planci yang masih kecil. Disamping itu, udang Hymenoptera picta dan lobster
Panilurus pencillatus juga merupakan pemangsa anakan kecil A. planci (Moran
1990). Pada tahapan kehidupan berikutnya, setelah duri yang keras menghiasi
tubuhnya jumlah pemangsa A. planci semakin sedikit. Pada masa pra-dewasa ini
beberapa jenis molluska (siput Charonia tritonis, Cassis cornuta), cacing
Pherecardia striata dan ikan Arothron hispidus merupakan pemangsa yang utama
dari A. planci (Moran 1990).
Pemangsaan A. planci oleh ikan masih
belum didukung oleh bukti yang kuat. Banyak laporan bahwa ikan-ikan tertentu
memangsa anakan A. planci, misalnya Pseudobalistes flamimarginatus, Aroton
hispidus dan Celinius undulatus; tetapi belum ada pembuktian eksperimental yang
mendukung hipotesis tersebut. Sweatmen (1995) melakukan eksperimen pemangsaan
anakan A. planci oleh ikan-ikan Lethrinus spp dan Celinius undulatus. Ketika
sekumpulan anakan A. planci yang masih kecil (<7 cm) didedahkan pada ikan
pemangsa secara semi alami, pemangsaan ikan sangat sedikit. Ketika pendedahan
tersebut dilakukan secara buatan, ikan pemangsa juga tidak pernah makan semua
anakan A. planci. Dari 61 kesempatan memangsa, hanya 8 (13%) kesempatan anakan
A. planci dimakan ikan. Hasil ini menunjukkan bahwa pemangsaan anakan A. planci
oleh ikan belum mempunyai bukti yang cukup.
Hewan-hewan yang hidup bersimbiosis
dengan karang dapat membantu karang mempertahankan diri dari pemangsaan A. planci.
Sebagian besar karang bercabang mempunyai simbion (rekan simbiosis), terutama
pada famili Acroporidae dan Pocilloporidae. Simbion karang tersebut meliputi
ikan gobi, udang-udangan, dan kepiting. Pratchet (2001) menggunakan eksperimen
untuk menentukan simbion mana yang paling membantu karang dalam menghadapi
pemangsaan A. planci pada enam spesies karang. Dia melaporkan bahwa diantara
keenam karang tersebut A. planci paling banyak memangsa Acropora gemmifera.
Ketika simbion karang dihilangkan, A. planci tidak mempunyai preferensi jenis
karang di dalam pemangsaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kehadiran simbion
mempengaruhi preferensi pemangsaan A. planci. Diantara simbion karang yang
diuji, kepiting Trapezia terbukti sangat penting untuk melawan pemangsaan A.
planci.
Hingga saat ini, belum ada pesaing
(competitor) A. planci dalam memangsa karang. Pemangsa karang lain yang ganas
adalah siput Drupella spp. (Muricidae). Tetapi kedua pembunuh utama karang
tersebut belum pernah dilaporkan melakukan pemangsaan massal yang besar secara
bersama-sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Demikian
makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan
kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
·
Moran PJ (1990) planci (L.): biographical data. Coral Reefs
9:95-96
·
Pratchett MS, Vytopil E, Parks P (2000) Coral crabs
influence the feeding patterns of crown-of-thorns starfish. Coral Reefs 19:36
·
Yamaguchi M (1986) planci infestations of reefs and coral
assemblages in Japan: a retrospective analysis of control efforts. Coral Reefs
5:23-30
·
Yusuf S (2008) Fenomena Ledakan Populasi Acantahster planci
dan Pola Pemangsaan Pada Karang Keras di Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan.
Simposium Terumbu Karang Nasional, Jakarta18-20 N
·
http://mycoralreef.wordpress.com/2009/01/26/bintang-laut-mahkota-duri-acanthaster-planci-asteroidea/
Mgmys Bet - 909.23 by Mgmys Bet - 909.23 by Mgmys Bet - 909.23
BalasHapusMgmys 의정부 출장마사지 Bet, 909.23, 909.23. Today, 12 March 2020. Mgmys Bet is a 밀양 출장안마 sports betting platform that 시흥 출장마사지 offers online sports betting, casino, 안양 출장안마 and poker for 김포 출장안마