Senin, 12 November 2012

MAKALAH BINTANG LAUT


BINTANG LAUT MAHKOTA DURI
(ASTEROIDEA PLANCI)
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Zoologi Invertebrata

                                   




Oleh
Nama           : Rifani Nurfauzia
NIM                        : 1210206083
Smt/kelas     : Ganjil (III)/B

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Bismillahirrahmaanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh alam, shalawat beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhamad SAW. Karena atas karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis  mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Zoologi Invertebrata yang telah membimbing dan mencurahkan ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun dalam proses penyusunannya penulis mengalami berbagai kesulitan. Makalah ini akan membahas tentang Bintang Laut Mahkota Duri.
Tetapi sangat dimungkinkan dalam penyusunannya masih banyak kekurangan, baik dalam penyajian materi maupun dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan, demi lebih baiknya karya yang selanjutnya.
Penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamualaikum, wr. wb    


Bandung, November 2011
                                                                                                      
 Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B.      Rumusan Masalah........................................................................... 1
C.      Tujuan Pembahasan......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................
A.    Morfologi ........................................................................................ 3
B.     Pertumbuhan dan Reproduksi......................................................... 3
C.     Siklus Hidup
D.    Habitat
E.     Interaksi dengan Biota lain
BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan
B.       Saran
DAFTAR PUSTAKA  



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Asteroidea planci merupakan bintang laut mahkota duri, berasal dari filum Echinodermata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Ecinos yang berarti duri dan Derma yang berarti kulit. Asteroidea terdapat di tepi pantai, terutama pantai berkarang. Terdapat sekitar 1.500 spesies yang telah di identifikasi.
Bintang laut planci dilaporkan contoh dari hewan di Indonesia oleh George Rumphius pada tahun 1705, yang 50 tahun kemudian dideskripsikan Linnaeus pada tahun 1758 (Moran 1990, Lane 1996), sehingga diperkirakan A. planci memang merupakan biota asli Indonesia.

B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana morfologi bintang laut mahkota duri?
2.      Seperti apa pertumbuhan dan reproduksi bintang laut mahkota duri?
3.      Bagaimanakah siklus hidup bintang laut mahkota duri?
4.      Dimanakah habitat bintang laut mahkota duri?
5.      Bagaimana bintang laut mahkota duri berinteraksi dengan biota lain?

C.   Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui morfologi pada bintang laut mahkota duri.
2.      Mengetahui pertumbuhan dan reproduksi bintang laut mahkota duri.
3.      Mengetahui bagaimana siklus hidup bintang laut mahkota duri.
4.      Mengetahui habitat bintang laut mahkota duri.
5.      Mengetahui interaksi bintang laut mahkota duri dengan biota lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Morfologi
Bintang laut planci dilaporkan pertama kali dari contoh hewan di Indonesia oleh George Rumphius pada tahun 1705, yang 50 tahun kemudian dideskripsikan Linnaeus pada tahun 1758 (Moran 1990, Lane 1996), sehingga diperkirakan A. planci memang merupakan biota asli Indonesia. Genus terdiri atas tiga spesies, dua spesies lainnya adalah A. ellisi dan A. bervipinnus. A. ellisi merupakan bintang laut pemakan karang yang populasinya sangat jarang, hanya dilaporkan di Filippina. A. bervipinnus adalah bintang laut pemakan detritus (sampah organic). Ketiga spesies tersebut mempunyai genetik yang sangat mirip sehingga kadang terjadi hibrid di antara mereka. Di dalam evolusi, A. planci berasal dari A. brevipinnus yang mendapatkan kemampuan untuk memakan karang.
Bintang laut A. planci memiliki nama Indonesia sebagai terjemahan dari nama Inggrisnya ‘mahkota duri’ atau ‘mahkota berduri’. Menyebut atau menulis nama lengkap ‘bintang laut mahkota duri’ dianggap terlalu panjang, maka penulis mengusulkan digunakan nama kependekannya saja ‘BLMD’. Didalam komunikasi ilmiah berbahasa Inggris, para peneliti menggunakan nama ‘COT’ kependekan dari ‘crown of thorns’, sebagai pengganti A. planci. Di luar Indonesia, A. planci mempunyai nama lokal ‘alamea’ (Tonga, Samoa), ‘bula’ (Fiji) dan ‘rrusech’ (Palau).
Struktur tubuh A. planci sama dengan struktur umum dari Asteroidea. Badan berbentuk radial simetris, dengan tubuh mirip cakram bersumbu oral dan aboral yang mempunyai lengan-lengan. Bagian oral (mulut) menghadap ke bawah sedangkan bagian aboral menghadap ke atas. Di bagian aboral terdapat madreporit dan anus. Lubang madreporit berjumlah 6-13, sedangkan lubang anus berjumlah 1-6 buah. Bintang laut A. planci mempunyai lengan antara 8-21 buah. Duri-duri yang beracun berukuran 2-4 cm menghiasi permukaan aboral tubuh cakram dan lengan-lengannya.
Warna tubuh A. planci dapat bervariasi antar lokasi. Di perairan Thailand dan Maladewa (Maldive) warna tubuh biru keunguan, di GBR berwarna merah dan kelabu, sedangkan di Hawaii berwarna hijau dan merah (Moran 1990). Di Indonesia, warna tubuh A. planci merah dan kelabu pada perairan Laut Jawa dan Laut Flores. Di Cocos Island dan Christmas Island (barat daya Jawa), Australia, terdapat dua macam warna A. planci yang menunjukkan tipe Samudra Pasifik dan Samudra Hindia (Hobbs and Salmond 2008).

B.   Pertumbuhan dan Reproduksi
Pertumbuhan A. planci sangat dipengaruhi oleh makanannya. Anakan A. planci yang makan algae mempunyai pertumbuhan sekitar 2,6 mm/bulan, sedangkan yang makan karang mempunyai pertumbuhan sekitar 16,7 mm/bulan (review in Moran 1990). Ketika dewasa, pertumbuhan melambat kembali menjadi sekitar 4,5 mm/bulan. Anakan A. planci yang berukuran kurang dari 10 mm memakan algae, sedangkan yang berukuran 10-160 mm sudah mulai memakan jaringan karang (Moran 1990). Individu dewasa berukuran sekitar 250-400 mm, dengan rekor terbesar adalah 800 mm.
Bintang laut A. planci mempunyai kelamin yang terpisah (berkelamin tunggal), dengan pembuahan eksternal. Rasio kelamin biasanya 1:1 (Moran 1990). Pemijahan terjadi pada musim panas. Di belahan bumi (hemisfer) utara, misalnya Jepang, pemijahan terjadi pada bulan Mei-Agustus. Di belahan bumi selatan, misalnya Australia, pemijahan terjadi pada bulan Nopember-Januari (Moran 1990), atau Desember-April (CRC 2003). Pemijahan berlangsung sekitar 30 menit (Moran 1990). Individu dewasa biasanya bergerombol sebelum pemijahan, dan memijah secara bersama pada saatnya. Ketika seekor betina memijah, maka suatu feromon yang keluar bersama telur akan memicu pemijahan betina lain dan bintang laut jantan yang ada di sekitarnya. Efektivitas feromon dalam memicu pemijahan tetangganya diperkirakan seluas radius 1-2 meter. Pemijahan berjamaah ini sangat penting bagi invertebrata laut untuk meningkatkan peluang terjadinya pembuahan.
Pemijahan invertebrata banyak dipengaruhi oleh fluktuasi musiman suhu air laut. Pada saat ini, kebanyakan penelitian tentang pemijahan invertebrata dilakukan di kawasan yang mempunyai empat musim atau temperata (temperate). Di kawasan tropis, seperti Indonesia, perbedaan suhu air laut antar musim tidak sebesar di kawasan temperata, sehingga musim pemijahan di kawasan tropis dapat berbeda dari kawasan temperata. Karena itu, mengetahui musim pemijahan A. planci di Indonesia merupakan topik yang masih sangat menarik. Apalagi perairan laut Indonesia merupakan transisi antara Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia.
Fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan betina tergantung pada ukuran atau berat tubuh betina. Betina pemijah biasanya berumur 2-3 tahun, atau ukuran diameter tubuhnya lebih dari 25 cm (CRC 2003). Betina yang dewasa mempunyai ukuran tubuh 500-4000 gram, yang memiliki fekunditas sekitar 4-65 juta telur (Moran 1990). Jumlah telur yang sangat besar memang diperlukan oleh kebanyakan invertebrata laut. Kelulushidupan yang rendah harus diimbangi dengan jumlah telur yang sangat besar, sehingga larva yang selamat menjadi dewasa dapat dipertahankan. Telur A. planci berukuran 200 mikron, sedangkan sperma berukuran sekitar 1-2 mikron (Moran 1990). Ukuran telur dan sperma ini tidak banyak berbeda dengan ukuran umum gamet invertebrata laut.

C.   Siklus Hidup
Siklus hidup A. planci pada prinsipnya sama persis dengan pola siklus hidup hewan Asteroidea (bintang laut) yang lainnya. Zigot yang terjadi pada saat pemijahan berkembang melalui proses-proses blastulasi dan gastrulasi yang kemudian memasuki tahapan dua fase larva secara berurutan, yaitu bipinnaria dan brachiolaria. Kedua larva tersebut hidup sebagai plankton sehingga pergerakannya mengikuti arah arus. Larva brachiolaria yang matang mempunyai daya apung negatif sehingga turun ke dasar laut yang biasanya di kawasan terumbu karang. Diduga larva brachiolaria menggunakan ‘aroma’ alga berkapur sebagai tanda-tanda untuk turun menempel pada terumbu karang. Setelah menempel di dasar terumbu, dimulailah kehidupan sebagai bentos bagi A. planci. Penempelan larva A. planci kemungkinan terjadi di tempat yang dalam karena pemangsaan karang oleh A. planci biasanya dimulai dari karang di tempat yang dalam.
Periode planktonis dari A. planci berlangsung sekitar dua atau tiga minggu. Makanan larva planktonis A. planci terdiri dari fitoplanton (khususnya pikoplankton), bakteri dan bahan organik terlarut (Okaji et al. 1997). Periode planktonis larva brachiolaria diakhiri dengan berkembangnya lima lengan melalui metamofosis dan menempel di dasar terumbu. Metamorfosis tersebut terjadi setelah hari ke-12 (Olson 1985). Ukuran diameter A. planci pada saat terjadi penempelan sekitar 0,5-1 mm atau 500-1000 mikron. Anakan A. planci yang sudah menempel di terumbu mendapatkan makanan dari alga berkapur. Pada umur sekitar 4-6 bulan, ketika ukuran tubuhnya mencapai 10 mm, A. planci merubah makanannya menjadi pemangsa karang dan mampu tumbuh jauh lebih cepat (review in Keesing and Halford 1992).
Laju mortalitas A. planci sangat tinggi, sebagaimana invertebrata laut lainnya. Laju mortalitas akan berkurang dengan bertambahnya ukuran tubuh A. planci. Pada kotak percobaan di lapangan, laju mortalitas anakan A. planci pada ukuran 1,1 cm atau umur satu bulan adalah 6,49% per hari (Keesing and Halford 1992). Laju mortalitas tersebut menurun pada hewan yang lebih besar menjadi 1,24% per hari pada ukuran 2,7 mm (4 bulan) dan menjadi 0,45% per hari pada ukuran 5,5 mm (7 bulan). Di dalam kajian Moran (1990) disebutkan bahwa laju mortalitas A. planci pada umur 7-23 bulan adalah 99,3%, atau sekitar 1,08 % per hari, sedangkan laju mortalitas A. planci antara umur 22-34 bulan adalah 75%, atau sekitar 0,39% per hari. Ketiga penelitian tersebut dilakukan pada saat terjadi peledakan populasi, sehingga faktor kepadatan populasi dapat berpengaruh.




D.   Habitat
Bintang laut A. planci merupakan penghuni terumbu karang yang alami. Anakan A. planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut. Bintang laut A. planci yang berukuran kecil (40 cm) mencari makan pada siang hari (CRC 2003). Pada siang hari, A. planci kecil bersembunyi dari pemangsa di bawah karang meja atau di celah-celah terumbu, sehingga survey populasi A. planci tidak menemukan individu berukuran kecil. Separuh dari waktu hidup A. planci digunakan untuk makan, sehingga dampaknya terhadap terumbu karang dapat sangat besar ketika populasinya besar.
Di dalam eksperimen, bintang laut A. planci dewasa mempunyai preferensi makanan karang Pocilloporidae, Acroporidae dan Favidae; tetapi pada kondisi lapang preferensi dapat berubah berdasarkan kondisi turbulensi (review in Sorokin 1995). Karang Poritidae merupakan jenis yang dihindari oleh A. planci. Walaupun demikian, dalam kepadatan yang tinggi A. planci dapat memangsa semua jenis karang termasuk Poritidae. Koloni karang Pocilloporidae yang mempunyai hewan simbion kepiting Trapezia atau udang Alpheus biasanya dihindari oleh A. planci.
Mereka memangsa karang dengan cara membuat jaringan karang menjadi bubur dan menyedotnya. Ketika sedang memangsa karang A. planci mengeluarkan perutnya lewat mulut dan menempelkannya langsung pada karang. Enzim-enzim pencernaan yang terdapat di dinding perut membuat jaringan karang yang terkena melunak menjadi semacam bubur. Ketika perutnya yang terbalik tersebut masuk kembali ke dalam tubuh, ikut masuk pula bubur yang telah dicernanya. Karang yang menjadi mangsa A. planci mati berdiri, dengan kerangka yang tidak berubah.
Kerangka karang yang mati tersebut menjadi tempat penempelan larva dan spora penghuni terumbu karang lainnya. Dengan pemangsaan tersebut, A. planci berjasa memberi kesempatan kepada hewan baru untuk tumbuh menempel di terumbu karang yang sudah padat. Pemangsaan karang oleh A. planci yang dalam populasi rendah bersifat selektif dengan preferensi pada Pocilloporidae dan Acroporidae yang tumbuh cepat dan cenderung mendominasi ruang di terumbu. Pemangsaan selektif ini mempunyai dampak ekologi yang positif karena memberikan bantuan kepada karang yang tumbuh lambat untuk tetap tinggal di terumbu tersebut. Tetapi jika populasi A. planci melebihi kemampuan karang untuk pulih kembali, maka yang terjadi adalah sebuah bencana kerusakan terumbu karang.

E.   Interaksi dengan Biota lain
Bintang laut A. planci, yang merupakan pemangsa karang yang berbahaya, merupakan mangsa dari sejumlah ikan dan bentos lainnya. Sejumlah karang dan ikan Chromis dimidiatus merupakan pemangsa dari larva A. planci (Moran 1990). Larva A. planci memang secara morfologi tidak berbeda dengan larva invertebrata lainnya, sehingga semua hewan planktivora dapat memangsa larva A. planci. Setelah larva A. planci mengalami metamorphosis, sebagian karang masih dapat memangsanya ketika ukurannya masih sangat kecil. Kepiting dari famili Xanthidae juga merupakan pemangsa anakan A. planci yang masih kecil. Disamping itu, udang Hymenoptera picta dan lobster Panilurus pencillatus juga merupakan pemangsa anakan kecil A. planci (Moran 1990). Pada tahapan kehidupan berikutnya, setelah duri yang keras menghiasi tubuhnya jumlah pemangsa A. planci semakin sedikit. Pada masa pra-dewasa ini beberapa jenis molluska (siput Charonia tritonis, Cassis cornuta), cacing Pherecardia striata dan ikan Arothron hispidus merupakan pemangsa yang utama dari A. planci (Moran 1990).
Pemangsaan A. planci oleh ikan masih belum didukung oleh bukti yang kuat. Banyak laporan bahwa ikan-ikan tertentu memangsa anakan A. planci, misalnya Pseudobalistes flamimarginatus, Aroton hispidus dan Celinius undulatus; tetapi belum ada pembuktian eksperimental yang mendukung hipotesis tersebut. Sweatmen (1995) melakukan eksperimen pemangsaan anakan A. planci oleh ikan-ikan Lethrinus spp dan Celinius undulatus. Ketika sekumpulan anakan A. planci yang masih kecil (<7 cm) didedahkan pada ikan pemangsa secara semi alami, pemangsaan ikan sangat sedikit. Ketika pendedahan tersebut dilakukan secara buatan, ikan pemangsa juga tidak pernah makan semua anakan A. planci. Dari 61 kesempatan memangsa, hanya 8 (13%) kesempatan anakan A. planci dimakan ikan. Hasil ini menunjukkan bahwa pemangsaan anakan A. planci oleh ikan belum mempunyai bukti yang cukup.
Hewan-hewan yang hidup bersimbiosis dengan karang dapat membantu karang mempertahankan diri dari pemangsaan A. planci. Sebagian besar karang bercabang mempunyai simbion (rekan simbiosis), terutama pada famili Acroporidae dan Pocilloporidae. Simbion karang tersebut meliputi ikan gobi, udang-udangan, dan kepiting. Pratchet (2001) menggunakan eksperimen untuk menentukan simbion mana yang paling membantu karang dalam menghadapi pemangsaan A. planci pada enam spesies karang. Dia melaporkan bahwa diantara keenam karang tersebut A. planci paling banyak memangsa Acropora gemmifera. Ketika simbion karang dihilangkan, A. planci tidak mempunyai preferensi jenis karang di dalam pemangsaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kehadiran simbion mempengaruhi preferensi pemangsaan A. planci. Diantara simbion karang yang diuji, kepiting Trapezia terbukti sangat penting untuk melawan pemangsaan A. planci.
Hingga saat ini, belum ada pesaing (competitor) A. planci dalam memangsa karang. Pemangsa karang lain yang ganas adalah siput Drupella spp. (Muricidae). Tetapi kedua pembunuh utama karang tersebut belum pernah dilaporkan melakukan pemangsaan massal yang besar secara bersama-sama.



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

B.   Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

·         Moran PJ (1990) planci (L.): biographical data. Coral Reefs 9:95-96
·         Pratchett MS, Vytopil E, Parks P (2000) Coral crabs influence the feeding patterns of crown-of-thorns starfish. Coral Reefs 19:36
·         Yamaguchi M (1986) planci infestations of reefs and coral assemblages in Japan: a retrospective analysis of control efforts. Coral Reefs 5:23-30
·         Yusuf S (2008) Fenomena Ledakan Populasi Acantahster planci dan Pola Pemangsaan Pada Karang Keras di Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan. Simposium Terumbu Karang Nasional, Jakarta18-20 N



1 komentar:

  1. Mgmys Bet - 909.23 by Mgmys Bet - 909.23 by Mgmys Bet - 909.23
    Mgmys 의정부 출장마사지 Bet, 909.23, 909.23. Today, 12 March 2020. Mgmys Bet is a 밀양 출장안마 sports betting platform that 시흥 출장마사지 offers online sports betting, casino, 안양 출장안마 and poker for 김포 출장안마

    BalasHapus